Last updated on 11 April 2022
Segitiga Senen adalah sebuah kompleks bisnis yang memadukan pusat perbelanjaan, perkantoran dan hotel yang berada di dalam kawasan “Segitiga” di Senen, Jakarta Pusat, berlokasi di dekat Pasar Senen, segi empat Kalilio alias kawasan Mitra Oasis, dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, atau RSPAD.
Sejarah
1960an – Oktober 1988
Proyek peremajaan kawasan yang dulunya merupakan ruko-ruko kumuh dari era Belanda tersebut, bernama Vinckepasser, sudah dicanangkan dan direncanakan sejak 1962 atau 1965, bergantung sumber, saat PT Pembangunan Jaya bekerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta ingin merombak kawasan Senen. Tidak ada informasi lebih lanjut mengenai bagaimana tata loka dari kawasan Senen di tahun 1960an yang dicanangkan Jaya dan Pemda DKI, terutama ditengah kondisi politik yang bergejolak.
Baru pada tanggal 15 Juli 1974, Walikota Jakarta Pusat, Eddy Djadjang Djajaatmadja, sudah mencetuskan ide tersebut secara serius. Saat itu, pihak pemda menyarankan membangun sekumpulan gedung berlantai 3 hingga 4 dengan pencakar langit di posisi menghadap Jalan Kramat Raya. Demi menunjang rencana tersebut, Pemerintah DKI melebarkan Jalan Kalilio (sekarang Jalan Stasiun Senen) dan Jalan Senen Raya.
Konsep berubah lagi pada tahun 1976. Bersamaan dengan pembangunan Pasar Senen Tahap III, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin lagi-lagi menyebutkan rencana Segitiga Senen yang dibahas oleh Eddy Djajaatmadja. Sedikit perbedaan diantara Sadikin dan Djajaatmadja adalah blok perkantoran dan perumahan yang diusulkan Sadikin adalah 10 lantai. Hambatan terbesar dari proyek ini adalah modal yang disetor sangat tinggi, 10 milyar rupiah (1976) dan bangunan sementara untuk menampung eks penghuni Segitiga Senen.
Baru pada bulan Juli 1977, muncul seberkas sinar di balik kegelapan proyek Segitiga Senen. Saat itu, Pemerintah DKI Jakarta menginventarisasi tanah yang akan dibangun untuk revitalisasi Segitiga Senen, setelah selesainya proyek pelebaran Jalan Stasiun Senen dan Senen Raya. Setelahnya, tidak ada informasi lagi sampai pada Maret 1984, lagi-lagi Pemprov DKI Jakarta mengumumkan pembangunan Segitiga Senen, dan pengosongan akan dimulai pada Mei 1984.
Nyatanya, seberkas sinar di proyek Segitiga Senen, hanya menjadi judul lagu Nike Ardilla (catatan: Nike baru berusia 8 tahun saat proyek ini diumumkan dan lagunya sendiri baru dirilis di tahun 1990an). Seperti biasanya, alasan klasik berupa biaya pembebasan lahan menjadi batu ganjalan proyek ini. Inilah yang membuat Pembangunan Jaya berhasrat untuk mengembalikan wewenang pengembangan revitalisasi kawasan itu ke Pemda DKI pada tahun 1985.
Seperti yang diprediksikan, pada bulan April 1988, Pembangunan Jaya menyerah, dan wewenangnya dikembalikan ke Pemda DKI. Sebulan kemudian, PD Pembangunan Sarana Jaya (ingat kata “Sarana”) menerima mandat untuk peremajaan. Dengan modal studi awal sejak 1985, kredit murah dari Departemen Keuangan dan panji Jaya Raya, Proyek Segitiga Senen sudah menemukan seberkas cahayanya.
November 1988 – 1992
1988 merupakan masa “nyalakan tanda bahaya” bagi penghuni Segitiga Senen. Beberapa pedagang Segitiga Senen khawatir, bila mereka diperintahkan untuk pindah tanpa jaminan mendapatkan tempat di ruko revitalisasi Segitiga Senen, usaha mereka akan terganggu. Ketar-ketir yang mereka sampaikan di KOMPAS inilah yang terkonfirmasi saat mimin SGPC ini menanyakan seorang sopir taksi yang pernah tinggal di dekat Segitiga Senen soal nasib pedagang tersebut; hampir semua eks pengusaha daerah tersebut sudah tidak lagi melanjutkan usahanya di lokasi revitalisasi alias berpencar.
Per 15 Desember 1988 telah berlangsung pembayaran ganti-rugi penghuni Segitiga Senen, dan berakhir per Februari 1989. Pasca-pembayaran, kawasan tersebut dikosongkan dan digaruk. Bangunan yang tidak dihancurkan adalah Gedung Jaya Gas, yang sekarang menjadi kedai Pizza Hut dan tiga toko berlantai 2 di dalam blok-blok ruko. Karena ketiga ruko ini berlokasi jauh dari jalan utama, Gedung Jaya Gas sering dikira merupakan satu-satunya bangunan yang tersisa dari eks Vinckerpasse.
PT Indokisar Djaya terpilih sebagai pengembang Segitiga Senen setelah mengalahkan 19 pengembang lain dalam sebuah tender yang diadakan Pemda DKI Jakarta .
Proyek tersebut dimulai dengan peletakan batu pertama pada tanggal 31 Januari 1990, dengan rukan mendapat prioritas. Saat pembangunan berlangsung, rukan yang dibangun nantinya akan ditujukan untuk bekas pebisnis yang terusir dari Segitiga Senen.
Proyek rukan selesai sekitar 1991; pada tanggal 6 November 1991, fotografer KOMPAS Hasanuddin Assegaff melaporkan bahwa rukan Segitiga Senen mulai ditempati pedagang.

Setelah proyek rukan, secara bergiliran, pembangunan gedung di kawasan Segitiga Senen pun dirampungkan, mulai dari:
- Graha Atrium, sekarang Menara Cowell (1990-1992)
- Plaza Atrium (1991-1992)
- dan terakhir adalah Hotel Dai-Ichi Jakarta, sekarang Hotel Lumire (1991-1993).
Plaza Atrium, bersama dengan perkantorannya, diresmikan pada tanggal 21 Agustus 1992. Sementara Hotel Dai-Ichi diresmikan terlambat pada awal Desember 1993. Pembangunan keseluruhan melibatkan 46 pemborong, 3 ribu tenaga kerja konstruksi dan dana sebesar Rp 400 milyar, setara dengan 4,2 triliun rupiah nilai 2020.
Tetapi, gedung tertingginya, yaitu Menara Cowell dan Hotel Lumire, justru mengarah ke Jalan Senen Raya, bukan Kramat Raya seperti dalam rencana yang dituang oleh Pemerintahan Ali Sadikin; posisi Kramat Raya diambil oleh pusat perbelanjaan. Untuk sejarah individu gedung, silahkan cek masing-masing gedung yang dimaksud.
Deskripsi kawasan

Kawasan Segitiga Senen, dengan luas lahan 6,1 hektar, saat ini memiliki 4 tipe bangunan: rukan, kantor, hotel dan pusat perbelanjaan. Kawasan tersebut dirancang oleh tim arsitek dari Atelier 6, dengan Ir. Nina Achdiat M. Arch IAI, sebagai perancangnya. Idenya adalah ingin menlanjutkan warisan dari perdagangan emas yang menjadi penggerak ekonomi kawasan dengan paduan aktivitas yang lebih modern dan lebih bersahabat dengan pejalan kaki; kenyataannya, rukan yang awalnya diperuntukkan untuk toko-toko emas beralih guna menjadi perkantoran dan sedikit rumah makan.
Sebagai salah satu superblok generasi awal di Jakarta, bahkan Indonesia, Segitiga Senen dirancang saling mendukung dan terhubung antar fungsi bangunan, dari ruko, mall, hotel dan perkantoran.
Ruko/Rukan
Ruko/rukan Segitiga Senen merupakan blok yang pertama dibangun di kawasan perdagangan ini. Dibangun mulai 1990 dan selesai 1991, blok ini memiliki 164 unit dengan luas lantai total 66.760 meter persegi, dan ditujukan untuk rumah dan pertokoan dalam satu unit. Tiga unit di rukan ini adalah peninggalan sebelum revitalisasi Segitiga Senen.
Desain arsitektur ketiga blok ini dipisah menjadi tiga; modern, betawi dan tempo doeloe, mewakili trend arsitektur di Jakarta. Awalnya ditujukan bagi toko-toko yang sebelumnya menempati kawasan Segitiga Senen; saat ini rukan lebih didominasi oleh perkantoran.
Referensi
Sumber dari KOMPAS
- hw (1974). “”Kompleks Segitiga Senen” Segera Dibangun.” KOMPAS, 16 Juli 1974.
- hw (1976). “Peremajaan “Segitiga Senen” Belum Dapat Segera Dilaksanakan.” KOMPAS, 4 Mei 1976.
- hw (1977). “”Segitiga” Senen Segera Diremajakan.” KOMPAS, 26 Juli 1977.
- tsp (1984). “Segitiga Senen segera dipugar.” KOMPAS, 10 Maret 1984.
- pr (1984). “Pembebasan Segi Tiga Senen Dimulai Mei 1984.” KOMPAS, 21 Maret 1984.
- cp (1988). “Para Pedagang Segi Tiga Senen Belum Terjamin Peroleh Tempat.” KOMPAS, 4 November 1988.
- cp (1988). “Mulai 15 Desember Ganti Rugi Tanah STS Dibagikan”. KOMPAS, 2 Desember 1988.
- KOMPAS, 29 Desember 1988, hal. 3 (foto oleh Hasanuddin Assegaff)
- ush (1990). “Mau Diresmikan, tapi IMB STS Belum Selesai”. KOMPAS, 26 Januari 1990.
- mon (1990). “Bekas Warga STS Dapat Kesempatan Pertama.” KOMPAS, 17 November 1990.
- KOMPAS, 7 November 1991 (foto).
- ush (1992). “Proyek Segi Tiga Senen Senilai Rp 350 Milyar Diresmikan.” KOMPAS, 22 Agustus 1992.
Sumber dari majalah Konstruksi
- Rahmi Hidayat (1990). “Segi Tiga Senen: Meremajakan bagian kota”. Majalah Konstruksi No. 145, Mei 1990.
- Saptiwi Djati Retnowati; Dwi Ratih (1992). “Perkantoran Segi Tiga Senen: Berangkat Dari Acuan Perencanaan Blok Keseluruhan”. Majalah Konstruksi No. 173, September 1992.
- Saptiwi Djati Retnowati; Dwi Ratih (1992). “Pusat Perbelanjaan Atrium: Kejelasan Tata Letak Unsur Penentu Keberhasilan”. Majalah Konstruksi No. 174, Oktober 1992.
- Saptiwi Djati Retnowati; Dwi Ratih (1994). “Hotel Dai-Ichi Jakarta: Suatu Kelihaian untuk Siasati Lahan Terbatas.” Majalah Konstruksi No. 190, Februari 1994.