
Foto oleh DBG, CC-BY-ND 2.0
Gedung Wisma Antara, berketinggian k/l 70 meter dan 21 lantai plus basement, merupakan gedung “semi-swasta” yang menjadi markas besar dari Lembaga Kantor Berita Negara ANTARA – LKBN ANTARA – sejak 29 Juni 1981. Gedung ini dirancang oleh tim arsitek Jan Brouwer Associates dari Den Haag, Belanda, bersama dengan tim perancang dari cabang perancang arsitektur di Wiratman & Associates. Gedung ini berdiri di bekas kantor RRI Medan Merdeka Selatan yang sudah pindah ke kantor barunya di Medan Merdeka Barat.
Perancangan gedung berlanggam modernis ini sudah dicanangkan sejak 1970, tetapi pembangunannya baru dimulai 26 September 1973, melalui upacara pemancangan perdana oleh Menteri Penerangan Mashuri. Awalnya dibangun oleh perusahaan bernama PT Djasa Djaja Agung, karena kondisi ekonomi dan kebijakan ekonomi di tahun 1973-1975, krisis Pertamina dan Kenop 15, pembangunan Wisma ANTARA sempat mangkrak. Pertengahan 1979, konstruksi kembali dilanjutkan oleh Decorient Indonesia, dan selesai dibangun sepenuhnya pada tahun 1981, diperkirakan sekitar April, dan mulai ditempati sejak Juni 1981 oleh beberapa kantor berita global dan perusahaan besar.
Sengketa Kepemilikan
Wisma ANTARA menjadi subyek utama dari sengketa kepemilikan gedung yang cukup rumit mulai 2006, saat kasus ini mulai mencuat ke kalangan publik, hingga 2017 saat ANTARA berhasil mendapatkan saham Antara Kencana Utama. Masalah mencuat ke publik setelah BPK menemukan kejanggalan bahwa LKBN ANTARA tidak menerima apa-apa dari Wisma ANTARA sesuai tujuan dari pembangunan gedung rancangan Jan Brouwer Associates ini.
Pada awalnya, gedung Wisma ANTARA dimiliki bersama antara Pabema (Belanda) dan LKBN ANTARA – saat itu belum berbadan hukum – melalui Antara Kencana Utama Estate Limited (AKUEL), dengan payung ANPA Internasional (13). Pada bulan April 1987, saham Pabema dibeli C&P Realty dari Singapura, yang dibonceng Djoko Tjandra sebagai perwakilan Indonesia. Lima bulan kemudian, status penanaman modal berubah dari asing ke dalam negeri, sehingga saham Pabema dialihkan ke perusahaan lokal milik Djoko Tjandra (DT). Pihak LKBN ANTARA, melalui Drs. Moerdiono (merangkap Menteri Sekretaris Negara), tidak terima dengan manuver Djoko Tjandra dan menuntut permohonan maaf tertulis (3).
Versi pemberitaan Gatra, peralihan status Pabema oleh DT-lah yang menyebabkan status AKUEL tidak jelas, dan tiba-tiba muncul nama Antara Kencana Utama (tanpa kata Estate Limited, disingkat PT AKU) di rapat umum pemegang saham ANPA tahun 2004, berikut pemegang saham PT AKU.
Disebutkan juga bahwa ANPA Internasional melanggar kerjasama build-operate-transfer dengan LKBN ANTARA dengan tetap menguasai Wisma ANTARA setelah kerjasama itu selesai tahun 2003 – bahkan hak guna bangunannya diperpanjang ke 2033, sementara Antara Kencana Utama bukan milik LKBN ANTARA, melainkan pewarisnya. Inilah yang menyebabkan pemerintah melalui LKBN ANTARA menuntut ANPA Internasional mengembalikan gedung setinggi 70 meter ini kepada negara.
Sayangnya, penulis tidak menemukan tindak lanjut dan hasil dari proses hukum dari sengketa Wisma ANTARA antara kubu DT dengan ANTARA, dan ANTARA dengan pewaris AKUEL.
Tetapi, pada bulan April 2012, Grup Mulia menjual saham ANPA ke Grup Barito, setidaknya meredakan sengketa kepemilikan gedung, tetapi masalah berlanjut saat diketahui salah satu anak mantan kepala ANTARA, yang memegang saham AKUEL, membuat surat keterangan palsu terkait kepemilikan saham AKUEL, sehingga ANTARA melapor ke Polisi. Krisis kepemilikan gedung berlantai 22 ini berakhir setelah seluruh saham Antara Kencana Utama dihibahkan kepada LKBN ANTARA, selaku tenant utama Wisma ANTARA, yang difinalisasi melalui RUPS ANPA Internasional tertanggal 16 Maret 2017.
Fitnah Penjualan Wisma Antara
Ditengah meredanya krisis kepemilikan Wisma ANTARA dengan minggirnya Grup Mulia dan Djoko Tjandra, pihak tidak bertanggung jawab memasang iklan yang menawarkan Wisma ANTARA di beberapa situs online. Hal ini sudah dibantah dua kali oleh pihak ANPA pada Maret 2013 dan April 2015 dan dua kali menegaskan Wisma ANTARA tak akan dijual dan tetap dibawah pengelolaan ANPA.
Ya, dua kali sudah dibantah dan ditegaskan dalam rentang 2 tahun. Tetapi pengamatan SGPC masih menemukan Wisma ANTARA “dijual” di web-web properti, dan SGPC menyarankan untuk tidak mempercayai iklan tersebut dan melapor kepada pengelola gedung.
Arsitektural dan teknis

Foto oleh DBG, CC-BY-ND 2.0

Foto oleh DBG, CC-BY-ND 2.0
Gedung berlantai 21 dan basement dengan luas lantai 24.464 meter persegi (lettable netto) ini dirancang dengan gaya arsitektur modern, konon dengan pengaruh gaya arsitektur modern sejenis di Eropa Utara termasuk Belanda, yang notabene adalah kampung halaman Jan Brouwer Associates. Perancangannya dilakukan bersama-sama dengan Wiratman & Associates dengan bantuan konsultan dari Singapura untuk memudahkan pekerjaan.
Wisma ANTARA dirancang dengan memikirkan efisiensi dan fungsi, sehingga untuk mewujudkannya, lapis luar Wisma ANTARA menggunakan gabungan beton GRC dan kaca dengan isolasi panas. Selain itu sistem kelistrikan Wisma ANTARA juga dibuat komputerisasi. Beton GRC sebanyak 2330 potong dibuat oleh S. Widjojo, perusahaan yang kebetulan juga sedang membangun S. Widjojo Centre di tahun yang sama, berfungsi mempercepat pendinginan ruang di gedung dan sebagai dekorasi (sun shading di sisi utara dan selatan).
Secara struktur, Wisma ANTARA menggunakan pondasi tiang pancang dengan rentang kedalaman 30-42,5 meter dan struktur utama menggunakan beton bertulang, dengan sistem waffle. Pemakaian waffle inilah yang membuat balok dan beam baja tidak lagi diperlukan, sehingga tinggi lantai ke plafon bisa lebih pendek, dan AC bisa dipasang langsung ke bawah lantai.
Terbaru 28/7/2021 tambahan foto dan informasi mengenai kelanjutan pembangunan Wisma ANTARA
Data dan fakta
Nama lama | Wisma Kencana |
Alamat | Jalan Medan Merdeka Selatan No. 17 Gambir, Jakarta Pusat, Jakarta |
Arsitek | Jan Brouwer Associates Wiratman & Associates |
Pemborong | Decorient Indonesia |
Lama pembangunan | 1973 – 1981 |
Dibuka | 29 Juni 1981 |
Jumlah lantai | 21 lantai 1 basement |
Tinggi gedung | 70 meter |
Biaya pembangunan | USD 10,5 juta (1980) Rp 6,6 milyar (kurs 1980) Rp 200 milyar (inflasi 2020) |
Referensi
- KOMPAS, 29 Juni 1981 (keterangan foto)
- NN (1980). “Wisma Antara yang berlantai 22”. Majalah Konstruksi, Oktober 1980.
- ANTARA (2011). “Kronologi Sengketa Wisma ANTARA“. Republika, 23 Maret 2011. Diakses 19 Agustus 2019. (arsip)
- ANTARA (2006). “BKPM Bisa Tinjau Status Kepemilikan Wisma ANTARA“. LKBN ANTARA, 5 Juli 2006. Diakses 19 Agustus 2019. (arsip)
- NN (2011). “Berebut Gedung, LKBN ANTARA Siapkan Gugatan“. Hukumonline, 24 Maret 2011. Diakses 19 Agustus 2019. (arsip)
- Annual Report 2017 LKBN ANTARA. Diakses 19 Agustus 2019. (arsip)
- M. Agung Riyadi; Anthony Djafar et. al. (2011). “Wisma Antara Dikangkangi Swasta”. GATRA, 20 April 2011.
- Laporan Keuangan LKBN ANTARA 2013. Diakses 20 Agustus 2019. (arsip)
- pmk, yls (2006). “Wisma ANTARA, BPK butuh rekomendasi DPR”. Politik Indonesia, 3 Juli 2006. Diakses 20 Agustus 2019. (arsip)
- Aat Surya Safaat; Ruslan Burhani (2013). “Gedung Wisma ANTARA Tidak Akan Dijual“. LKBN ANTARA, 1 Mei 2013. Diakses 20 Agustus 2019. (arsip)
- Aat Surya Safaat; Ade P. Marboen (2015). “Wisma ANTARA tidak akan dijual“. LKBN ANTARA, 16 Februari 2015. Diakses 20 Agustus 2019. (arsip)
- Ahmad Farhan Faris (2014). “Polisi Didesak Usut Pemalsuan Dokumen ANTARA”. Inilah, 17 April 2014. Diakses 20 Agustus 2019. (arsip)
- kr (1973). “Wisma Kencana”. KOMPAS, 27 September 1973.
- “Wisma Kencana Building yang berlantai 21”. Majalah Konstruksi Agustus 1979, hal. 6