Last updated on 4 Juli 2023
Di dunia maya, Gedung Sapta Pesona yang bersama dengan Gedung Indosat dan Kantor BI Gambir mewarnai foto wisatawan dari atas Monas, lebih dikenal dari gosip-gosip miring mengenai Joop Ave dan orientasi gendernya. Tetapi, bagi SGPC, gosip tersebut sebenarnya bisa dipatahkan berdasarkan catatan sejarah.

Bangunan berbentuk candi bentar itu memulai masa pembangunannya dengan peletakan batu pertama oleh Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Soesilo Soedarman pada 20 November 1991 (rencana awal peletakan batu pertama pada 20 Mei 1991 batal), setelah penandatanganan pradesainnya enam bulan sebelumnya (20 Mei 1991). Gedung ini sempat mengalami perubahan desain hingga kurang sesuai dengan desain aslinya. Gedung Sapta Pesona dibangun di atas bekas sebuah gedung satu lantai. Dengan potongan sejarah ini saja, jelas gedung berlantai 25 ini bukan lagi warisan Joop Ave melainkan warisan Soesilo Soedarman.
Gedung ini dibangun dalam empat tahap, dari tahap pondasi yang digarap pemborong negara Waskita Karya hingga strukturnya yang ditangani oleh sesama pemborong negara Pembangunan Perumahan, secara bertahap dari Agustus 1992 dan selesai pada Juni 1995 (lihat tabel tahap konstruksi di bagian Arsitektur).

Sumber: Sejarah dan Pembangunan Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, 1990
Gedung Sapta Pesona, yang menggabungkan kantor kedirjenan di Departemen Pariwisata dan Postel, diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada 6 Desember 1995.
Desain candi bentar yang diusung memicu banyak kontroversi, karena desainnya sendiri dinilai sebagian orang mirip alat kelamin pria, dan dikait-kaitkan dengan rumor orientasi seksual Joop Ave. Rumor lainnya adalah desainnya merupakan saran dari Joop Ave sendiri yang berdasar pada lingga yoni, hal ini jelas tidak benar. Di subbab Arsitektur akan dijelaskan bagaimana sebenarnya makna arsitektur gedung ini – yang menurut mimin SGPC berbeda – serta dimana sebenarnya Joop Ave memegang peran dalam pembangunan gedung ini.
Perkembangan pasca pembangunannya adalah fungsi gedung ini, yang justru lebih identik kepada pariwisata. Pasca Depparpostel dan tumbangnya Orde Baru, gedung ini menjadi gedung Depbudpar, Kementerian Pariwisata, dan kini Kemenparekraf. Bahkan ada wacana gedung ini akan menjadi obyek wisata.
Arsitektur dan profil Gedung Sapta Pesona: Candi Bentar atau Lingga Yoni?
Desain gedung “kontroversial” ini dirancang oleh tim arsitek dari Atelier 6. Terdapat dua versi siapa arsitek dan tafsirnya, narasi teori konspiratif netizen Indonesia lebih menerima versi “lingga yoni” yang diusung Yuswadi Saliya dan IAI, sementara versi Panogu Silaban (arsitek gedung Wisma Barito Pacific yang rampung saat Gedung Sapta Pesona mulai dibangun) dan Sonny Sutanto mengusung tema “candi bentar”. Terkait siapa arsiteknya, masih terbelah ke Panogu Silaban atau Robi Sularto. Berdasarkan sumber, SGPC memberi skor 3-2 untuk keunggulan Robi Sularto atas Panogu1Halaman belakang buku Karya Arsitek IAI menyebut Panogu Silaban juga merancang Gedung Sapta Pesona, tetapi di detilnya memberi kredit ke Sularto.
“Candi bentar” (Konstruksi/KOMPAS)

Sumber: Annual Report Depparpostel 1991
Walau memegang satu tafsir yang sama, kedua sumber ini terbelah soal siapa yang sebenarnya merancang Gedung Sapta Pesona.
Arsitek dari Gedung Sapta Pesona, Ir. Panogu Silaban (anak dari arsitek legendaris Frederich Silaban), menekankan perpaduan wawasan nusantara dengan teknologi tinggi. Penuturan Silaban kepada Majalah Konstruksi menjelaskan bahwa gedung tersebut didesain berdasarkan konsep candi bentar melalui undakan di 6 lantai terbawah (awalnya undakannya setinggi 9 lantai, dan undakan digambarkan di permainan bidang jendela kaca namun berubah karena kebutuhan ruang kantor dianggap berlebih, sehingga undakan dipindah ke desain utama gedung itu). Candi bentar, menurutnya, adalah bentuk mula komunikasi.
Arsitektur nusantara juga ingin diwujudkan oleh tim arsitek dengan menerapkan ciri khas panggung di pilar-pilar kolom besar di lobi gedung, tetapi khas panggung tersebut dilapisi lembaran metal untuk memberi kesan teknologi tinggi (canggih). Sementara puncak dari gedung, alias kepalanya (mengingat gedung ini dipersonifikasi dengan undaknya sebagai kaki) melambangkan kerumitan sebuah satelit komunikasi.
Penerapan implementasi desain gedung tersebut terganjal estetika daerah sekitar yang banyak menggunakan panel putih dan berkaca hitam gelap di kawasan Jalan Medan Merdeka Barat. Tim arsitek Gedung Sapta Pesona, memang menginginkan bagian atas gedung berwarna perak metalik dan kaca berwarna biru langit, agar kacanya menyatu dengan langit, dan menegaskan teknologi tinggi satelit komunikasi yang melayang di atas langit. Sementara panel di bagian puncak alias satelitnya terpaksa dibuat frame karena bila dipaksakan penerapannya akan menjadi sangat berat.
Lanskap dan desain keseluruhan dijabarkan oleh Silaban mengundang komunikasi, hormat pada Monumen Nasional (karena hadapannya mengarah ke arah Monas), dan memiliki halaman depan yang terbuka, bebas dari pagar, sehingga memiliki kesan menyatu dengan Monas. Sayangnya, Kemenpar sudah membangun pagar pembatas.
Versi Sonny Sutanto, punya pendapat yang selaras dengan versi Panogu, tetapi secara implisit menyebutkan bahwa arsitek Gedung Sapta Pesona adalah Robi Sularto. Ia menyebutkan bahwa gedung berlantai 25 ini merupakan upaya Sularto menerapkan arsitektur candi ke dalam bangunan modern. Proporsi ala candi tersebut diadaptasi ke dalam penggunaan kaca dan aluminium. Sutanto mencatat, karena keterbatasan kenyataan eksperimen dan tradisi, masyarakat gagal menangkap hubungan rancangan tersebut dan menganggapnya sebagai candi institusi kapitalis (lihat tulisan selanjutnya).
“Lingga yoni” (Gatra dan IAI 2005)
Di sisi lain, muncul intrepretasi lain dari penampilan gedung ini. Versi Yuswadi Saliya, rekan kerja Sularto di AT6, desain gedungnya berdesain sebuah lingga, imajinasi dari pahat batu. Tumpuannya adalah undakan 6 lantai tersebut, yang disebut sebagai seni pahat batu.
Keterangan resmi Ikatan Arsitek Indonesia mengenai gedung ini juga membawa tafsir yang sama, yaitu lingga yoni. “Lingga” adalah gedung tinggi-nya dan “yoni” sebagai undakan enam lantai penyangga “lingga” sekaligus sebagai penanda pintu masuk utama, dan diberikan unsur air sebagai simbol kesuburan di pintu masuk depan.
Makna desain inilah yang besar kemungkinan menjadi penyebab rumor-rumor miring tentang Joop Ave dan desain Gedung Sapta Pesona, dan ditengarai paling banyak diterima masyarakat umum.
Walaupun terdapat perbedaan makna yang sangat kontras diantara kedua profesional di Atelier 6, gedung ini tetap memegang wawasan keindonesiaan di balik selimut modernisme.
Struktur
Konstruksi gedung dilakukan oleh PT Pembangunan Perumahan dalam empat tahap, seperti yang dijabarkan pada tabel ini.
I | Pondasi, basement – lantai 9 | Agustus 1992 – Maret 1993 |
II | Lantai 10 – 22, tembok eksterior kaca | September 1993 – Maret 1994 |
III | Interior tahap 1 | Juli 1994 – Maret 1995 |
IV | Interior tahap 2 | September 1994 – September 1995 |
V | Lanskap | Juni 1995 – September 1995 |
Pondasi yang digunakan pada gedung berlantai 25 ini menggunakan tiang pancang precast berkedalaman 36-40 meter, ditanam di tanah lembek dan berlensa. Struktur atas gedung menggunakan gabungan shear wall (tembok geser) dan core wall (tembok core), ditambah dengan frame besi perimeter yang membantu menahan gaya lateral pada gedung. Puncak gedung alias “satelit” Sapta Pesona diberikan cap beam untuk mempersatukan seluruh penahan gaya lateral tersebut.
Interior
Tidak seperti eksteriornya yang penuh perdebatan dan kontroversi, tata ruang alias interior Gedung Sapta Pesona yang dirancang oleh Solichin Gunawan dari Atelier 6 Interior ini memang sepi dari perhatian publik. Anehnya, disinilah Joop Ave memegang peranan penting dalam perancangan interior dari lobi hingga ruang kantor dan auditorium Soesilo Soedarman.
Meneruskan citra candi bentar dan komunikasi pada eksterior (versi Konstruksi/KOMPAS), penerapan citra teknologi canggih bisa dilihat di lantai lobi 1-3 yang kolom-kolom dan balkonnya berlapiskan baja tahan karat serta berlantai dan bertembok granit abu-abu, memberi kesan dingin, dan tradisionalisme-nya yang hangat, yang menggunakan bahan dari kayu dan karpet lantai khas Jawa, diterapkan hanya terbatas pada ruang menteri. Sementara itu, Balairung yang sekarang diberi nama Balairung Soesilo Soedarman memadukan pemakaian baja tahan karat, karpet Jawa dan kayu yang memberi “rasa sangat hangat dan ramah.”
Namun tak semua ide Solichin-Ave itu diterima beberapa orang. Menteri Pariwisata era Jokowi-Ma’ruf Amin, Wishnutama, pernah menyebut interior Gedung Sapta Pesona sebagai “diskotik” dan “dianggap tidak menonjolkan keunggulan kebudayaan Indonesia”.
Pada tahun 2019, menangkap tren ruang kerja bersama dan pekerjaan fleksibel kaum Dilanowcy, sebagian ruang kantor di lantai teratas digubah dan ditata ulang mengikuti tren tersebut.
Data dan fakta
Nama lama | Gedung Depparpostel, Gedung Depbudpar |
Nama lain | Gedung Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif |
Alamat | Jalan Medan Merdeka Barat No. 17 Gambir, Jakarta Pusat, Jakarta |
Arsitek | Atelier 6 |
Pemborong | Waskita Karya (pondasi) Pembangunan Perumahan (struktur utama) |
Lama pembangunan | 20 November 1991 – Juni 1995 |
Diresmikan | 6 Desember 1995 |
Jumlah lantai | 25 lantai |
Biaya pembangunan | Rp 95 milyar (1995) Rp 790 milyar (inflasi 2020) |
Signifikasi | Pop culture (Berkaitan dengan rumor orientasi seksual Joop Ave) Pariwisata (Kantor Menparekraf, landmark Monas bersama gedung BI dan Indosat) |
Referensi
- Dwi Ratih; Saptiwi Djati Retnowati (1995). “Gedung Sapta Pesona, Berpadunya ekspreksi teknologi dan arsitektur nusantara.” Majalah Konstruksi No. 213, Oktober 1995.
- Scott Merrillees (2015). “Jakarta: Portraits of a Capital 1950-1980.” Jakarta: Equinox Publishing.
- Asmayani Kusrini (2004). “Dinding Keriting Sang Maestro”. GATRA, 5 Juni 2004.
- AA (1991). “Ditandatangani, Pradesain Gedung Depparpostel”. KOMPAS, 21 Mei 1991.
- Ira Lathief (2017). “Keteladanan Silaban, Arsitek Istiqlal yang Beragama Kristen Katholik”. Kompasiana, 21 Juni 2017 (arsip)
- Erika Kurnia (2017). “Gedung Sapta Pesona akan Jadi Destinasi Festival di Jakarta”. Okezone, 27 Januari 2017 (arsip)
- Sumber-sumber terkait rumor tentang Joop Ave dan Gedung Sapta Pesona:
- ahd (1995). “Presiden Resmikan Gedung Baru Depparpostel”. Republika, 7 Desember 1995.
- Budi A. Sukada; Bambang Sutrisno (2003). “Karya Arsitek Indonesia”. Jakarta: Pustaka Rumahkebun. Halaman 24-27, 337
- Sonny Sutanto (2000). “In Memoriam Arsitek Robi Sularto Sastrowardoyo”. KOMPAS, 3 September 2000, hal. 15
- L.P. Lestari (1996). “Konsep moderen kontemporer Gedung Sapta Pesona.” Majalah Konstruksi No. 220, Februari 1996, hal. 87-90
- Maulina Kadiranti (2019). “Jauh dari Kesan Monoton, Begini Hasil Renovasi di Gedung Sapta Pesona yang Gunakan Gaya Industrial hingga Vertikal Garden.” Majalah iDEA via Grid, 22 Juli 2019, diakses 16 April 2022 (arsip)
- Dusep Malik; Arrijal Rachman (2019). “Kritik Kantornya Sendiri, Wishnutama Sebut Kemenpar Mirip Diskotek.” Vivanews, 7 November 2019. Diakses 16 April 2022 (arsip)