Ide pembangunan Menara Saidah sebenarnya adalah alasan strategis, berlokasi di Jalan M.T. Haryono dan dekat dengan kawasan industri di Bekasi dan Cikarang. Menara Drassindo (bukan Gedung Grancindo, yang sering diberitakan media massa) awalnya dioperasikan oleh PT Mustika Ratu Adji, patungan Grup Drassindo dan Mustika Ratu (perusahaan kosmetika ternama yang berkantor di Graha Mustika Ratu).

Gedung bergaya Greek Revival ini dibangun oleh pemborong milik negara PT Hutama Karya, bersama dengan Mustika Ratu Adji, sejak Juli 1995 dan selesai dibangun pada November 1997 [1], bertepatan dengan malaise moneter nasional [2]. Pembangunan terlambat selesai selama dua bulan karena masalah kontraktor mekanik & listrik (M&E).
Kala selesai dibangun, gedung berstatus semi-strata dengan 36 persen gedung disewakan dengan banderol awal 9-13 dolar AS/meter persegi (November 1997: Rp. 32.400-46.800/meter persegi, 2020 setara Rp. 233-337 ribu), dan ruang strata dijual seharga 1800 dolar AS/meter persegi (hampir 6,5 juta rupiah pada 1997, 2020 setara 47 juta rupiah). Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, saat menyewa bernama Kementerian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Indonesia Timur (Kemneg PPKTI) sempat berkantor di gedung ini dari 2001 hingga 2004.
Tidak diketahui secara pasti kapan Menara Drassindo dijual kepada keluarga Saidah, sehingga mengubah nama gedung menjadi Menara Saidah, namun pemberitaan KOMPAS tertanggal 1 September 1999 yang saat ini penulis temukan terawal menyebutkan nama Menara Saidah. Klaim media massa, Menara Drassindo awalnya memiliki 15 lantai sebelum jumlah lantainya ditambah dan direnovasi menjadi gaya Greek Revival. Data dan foto yang didapat penulis dari Majalah Konstruksi terbitan Februari 1997 dan Desember 1997, membuktikan bahwa klaim tersebut adalah tidak benar, karena gedung ini tidak mengalami penambahan lantai dan desain Greek Revival merupakan desain gedung tersebut.
Saat Pemilu 1999 berlangsung, Menara Saidah pernah menjadi kantor Panitia Pemilihan Indonesia dan bersidang menetapkan kursi DPR dari gedung ini.
Hal-hal tidak sedap tentang Menara Saidah
Sayangnya, walau gedung ini secara arsitektural sangat indah, beredar kabar-kabar tidak sedap tentang Menara Saidah di dunia maya dan dunia nyata. Di dunia nyata, terjadi sengketa kepemilikan gedung yang memicu tingginya harga sewa sehingga para penyewa meninggalkan gedung tersebut dan kosong setelah BUMN perbankan BNI 1946, tenant terakhir, memutuskan angkat kaki dari gedung bergaya neoklasik itu.
Terdapat dua versi kapan Menara Saidah kosong – versi pertama adalah 2007 dan kedua adalah 2009. Sengketa muncul, berdasarkan klaim satpam yang diwawancara Detikcom, karena ada tiga perusahaan milik Merial Group yang sama-sama mengelola gedung dan memungut sewa sehingga menyebabkan harga sewa gedung semi-strata tersebut meninggi. Kabar tak sedap lainnya adalah lift bekas dan lambat, diduga akibat ketidakberesan pengelolaan, bukan karena kondisi lift bekas [3].
Belum diketahui kapan PT Gamlindo Nusa membeli gedung ini dari Merial Group. Gamlindo kemudian mengklaim bahwa Menara Saidah dikosongkan untuk alasan bisnis.
Di dunia maya, rumor lebih kejam berhembus, yaitu bahwa gedung dengan GFA 44 ribu meter persegi ini berhantu dan miring. Tudingan gedung ini miring sekitar 0,03 derajat sudah dibantah oleh pihak Pemerintah DKI, Gamlindo dan Hutama Karya. Pada tahun 2018, empat mahasiswa Institut Teknologi Bandung, membuktikan bahwa Menara Saidah tidak miring, memvalidasi bantahan dari Pemda DKI, Gamlindo dan Hutama Karya.
Rumor gedung berhantu juga mendera gedung ini seperti adanya makhluk halus di lift, wanita bergaun merah dan suara aneh di basement, dan konon dibangun di atas tanah pemakaman. Dalam peta Falk-Verlag (1979) dan Indo Buwana (1994) yang didapatkan penulis, tidak ditemukan ciri-ciri bahwa lahan di lokasi yang sekarang adalah Menara Saidah adalah pemakaman.


Akibat rumor-rumor tersebut, pengamat properti Ali Tringharda menyangsikan Menara Saidah bisa dilego ke investor, kecuali pihak calon investor mengadakan uji struktur pada bangunan untuk membantah rumor tersebut.
Arsitektur dan struktur Menara Saidah
Secara eksterior, struktural dan kelistrikan, perancangan bangunan berlantai 24 ini dipercayakan kepada Ketira Engineering Consultants, sementara interiornya dan ukiran seninya dilakukan oleh salah satu studio interior dari Italia. Desain yang dianut, baik interior maupun eksterior, seperti yang dijelaskan di awal artikel ini adalah gaya Greek Revival, di majalah Konstruksi, disebut dengan gaya arsitektur Roman. Selain itu, lobi gedung dinaikkan sekitar 1,2 meter untuk memberikan kesan monumental dan masif.
Dari segi material, eksterior gedung menggunakan material GRC dengan finishing cat tekstur atau motif granit. Sementara interior, yang mengutamakan sentuhan perpaduan gaya klasik dan modern, menggunakan batu granit dengan jenis bervariasi dan finishing plafon dari “glass-reinforced gypsum”. Di lobi, keberadaan air mancur memang memberi suasana segar dan mengurangi rasa stres bagi para pengunjung kantor yang masuk Menara Saidah. Sayangnya adaptasi gaya klasik ini menjadi bumbu horor dan mistis mengenai gedung ini.
Tidak ada deskripsi khusus dalam teknis pembangunannya, pondasi tidak terlalu dalam karena keadaan tanahnya tergolong baik, dan sistem konstruksi masih menggunakan sistem cor di tempat untuk semua fungsi (lantai dan core).
Data dan fakta
Nama lama | Menara Drassindo |
Alamat | Jalan M.T. Haryono No. 30 Pancoran, Jakarta Selatan, Jakarta |
Arsitek | Ketira Engineering Consultants (arsitektur eksterior) |
Pemborong (J.O.) | Hutama Karya Mustika Ratu Adji |
Lama pembangunan | Juli 1995 – November 1997 |
Tinggi gedung | 124 meter |
Jumlah lantai | 24 lantai 2 basement 2 semi-basement |
Biaya pembangunan | Rp. 100 milyar (1997) Rp. 720 milyar (2020 inflasi) |
Signifikasi | Pop Culture (Pemilik gedung memiliki keterkaitan dengan pesohor, isu mistis) |
Referensi
- Saptiwi Djati Retnowati (1997). “Menara Drassindo, Tampil dengan Gaya Klasik Romawi”. Majalah Konstruksi No. 264, Desember 1997.
- “wij/hen” (2013), “Bukan Masalah Berhantu, Penyebab Menara Saidah Kosong karena Manajemen Buruk”. Detikcom, 29 Juli 2013. (arsip)
- Yudi Setiowibowo (2017). “Menara Saidah, Gedung Kosong Yang Dikabarkan Miring”. Sindonews (Seputar Indonesia), 13 Oktober 2017. (arsip)
- Kanavino Ahmad Rizqo (2017). “Melihat Menara Saidah, Gedung Perkantoran yang Tak Berpenghuni”. Detikcom, 13 Oktober 2017. (arsip)
- Zulfi Suhendra (2018). “Sisi Lain Menara Saidah Milik Suami Inneke Koesherawati”. Detikcom, 23 Juli 2018. (arsip)
- Eko Wahyu Putradinata (2018). “Disebut sarang kuntilanak merah, ini 5 kisah mistis di Menara Saidah”. Brilio, 23 Februari 2018. (arsip)
- “ose” (1997). “Mustika Investama masuk bisnis properti”. KOMPAS, 26 Mei 1997.
- Helmi Ade Saputra (2015). “Ternyata Menara Saidah Bekas Kuburan“. Okezone, 5 November 2015. (arsip)
- zal (2004). “Mengentas Kemiskinan Melalui Kementerian Miskin. KOMPAS, 2 Juni 2004.
- pep (1999). “PPI Gagal Tetapkan Kursi DPR”. KOMPAS, 1 September 1999.
- joe (1999). “PPI: 21 Parpol Peroleh Kursi DPR”. KOMPAS, 2 September 1999.
- Setiawan Adiwijaya (2019). “Pengamat Properti Tak Yakin Menara Saidah Laku Dilego“. Tagar, 2 Oktober 2019. Diakses 3 Oktober 2019. (arsip)
- Heri Andreas; Hasanuddin Zainal Abidin; Dina Anggreni Sarsito; Dhota Pradipta (2019). “The investigation on high-rise building tilting from the issue of land subsidence in Jakarta City”. MATEC Web of Conferences, vol. 270, art. no. 06002. DOI/Researchgate.